Beberapa hari yang lalu sepulang dari kegiatan mengajar, saya melewati jalan raya di sekitaran Manggarai dan Pasar Rumput. Ketika tiba di perempatan jalan, lampu merah menyala. Saya dong motor pertama yang berhenti disitu. Lalu disusul mobil-mobil di belakang saya. Beberapa saat kemudian banyak motor yang berhenti di dekat saya. Saya akui memang lampu merahnya lama. Mungkin karena itu perempatan. Lalu…..ngeeeeng. Satu motor di dekat saya menerabas lampu merah. Dan kemudian ngeeeeng…ngeeeeng…ngeeeeng. Yang lainpun mengikuti. Sampai-sampai tinggal motor saya yang mengonggok disitu. Taksi di belakang saya pun mulai membunyikan klakson. Menyuruh saya minggir sedikit. Dan ketika saya melirik ke atas, yaaak masih lampu merah. Daripada ribut, saya mending minggir sedikit.
Rata-rata memang para pengendara motor yang begitu jeli melihat peluang kabur dari lampu merah. Ketika ada seorang leader yang memulainya, maka follower di belakangnya dengan semangat akan mengikuti. Budaya malu ketika melanggar peraturan itu hilang sama sekali ketika banyak orang yang melakukan pelanggaran tersebut.
Hal tersebut berbanding terbalik sekali dengan yang saya alami di Solo, tempat kelahiran saya. Ketika saya pulang kampung, saya sengaja menyempatkan diri untuk keliling Solo memakai sepeda motor. Di setiap lampu merah, semua kendaraan berhenti di belakang zebra cross dan tidak akan bergerak sebelum lampu hijau menyala. Tidak terkecuali bus umum dan angkot yang biasanya terkenal ugal-ugalan.
Waktu itu saya berfikir mengapa bisa seperti itu. Ternyata bukan saya saja yang merasa terganggu dengan ulah pengendara motor di Jakarta. Terutama ketika sedang lampu merah. Teman saya pun gerah dan dia bertanya pada saya apakah hal tersebut berhubungan dengan tingkat pendidikan. Saya jawab tidak karena orang ngga sekolah pun tahu kalau lampu merah itu tandanya berhenti.
Sebenarnya seberapa penting sih melanggar lampu merah itu sehingga bisa dikategorikan sebagai sebuah masalah? Buat saya sih penting pakai banget. Karena itu berhubungan dengan keselamatan seseorang. Lebih dari itu, itu adalah moral. Rasa malu untuk melanggar peraturan itu seharusnya tertanam di jiwa setiap orang. Right?
0 komentar:
Post a Comment